manchester city
0 0
Read Time:3 Minute, 53 Second

Kalau kamu mendengar nama Manchester City hari ini, yang langsung terbayang pasti deretan bintang mahal, stadion megah Etihad, dan gaya bermain yang bikin lawan cuma bisa bengong. Tapi siapa sangka, klub sebesar itu dulunya lahir dari sebuah komunitas kecil di gereja? Yap, artikel restorechestercounty.org kali ini akan membahas tentang perjalanan City dari bawah sampai jadi raja Eropa penuh kisah menarik yang layak disimak.

Awal Mula: Gereja, Sepak Bola, dan Misi Sosial

Ceritanya dimulai jauh di tahun 1880 di kawasan Gorton, Manchester. Saat itu, sepak bola belum jadi bisnis besar seperti sekarang. Seorang pendeta bernama Arthur Connell dan istrinya, Anna Connell, punya ide brilian: membentuk klub sepak bola gereja bernama St. Mark’s (West Gorton).

Awalnya, tim ini cuma berisi anak-anak muda gereja dan pekerja pabrik lokal. Mereka main di lapangan seadanya, bahkan bola yang dipakai pun sering rusak. Tapi dari sinilah akar Manchester City tumbuh — bukan dari uang, tapi dari niat baik dan semangat komunitas.

Dari St. Mark’s ke Manchester City

Tahun demi tahun berjalan. St. Mark’s kemudian berubah nama menjadi Gorton AFC pada 1884, lalu sempat bubar karena masalah internal. Namun semangat warga Gorton tak padam. Di tahun 1887, klub ini bangkit lagi dengan nama baru: Ardwick AFC.

Ardwick mulai berpartisipasi dalam kompetisi lokal seperti Manchester Cup dan Football Alliance. Meski masih tergolong tim kecil, mereka mulai dikenal karena permainan pantang menyerahnya. Sayangnya, krisis keuangan melanda. Tahun 1893, Ardwick nyaris bangkrut.

Namun, di balik krisis itu justru lahir sesuatu yang besar. Klub ini direstrukturisasi dan resmi berganti nama menjadi Manchester City pada tahun 1894. Nama ini dipilih agar lebih mewakili seluruh kota Manchester, bukan hanya daerah Gorton. Nah, dari sinilah sejarah “The Citizens” resmi dimulai.

Era Awal: Naik Turun di Liga Inggris

Setelah resmi berganti nama, City langsung ikut kompetisi Football League Second Division. Performa mereka cepat menanjak. Tahun 1899, Manchester City berhasil promosi ke First Division — kasta tertinggi sepak bola Inggris saat itu.

Awal 1900-an jadi masa yang cukup bersejarah. Pada tahun 1904, City memenangkan trofi besar pertamanya: FA Cup setelah mengalahkan Bolton Wanderers 1-0 di final. Gol tunggal dari Billy Meredith, sang legenda awal klub, mengantarkan mereka ke panggung nasional.
Menariknya, Meredith ini bukan cuma jago main bola, tapi juga dikenal sebagai sosok yang vokal memperjuangkan hak pemain — semacam “aktivis sepak bola” di zamannya.

Namun perjalanan City nggak selalu mulus. Beberapa pemain bintang pindah ke klub tetangga, termasuk ke rival sekota yang kini jadi musuh bebuyutan mereka: Manchester United.

Perang Dunia, Krisis, dan Kebangkitan

Seperti banyak klub lain di Inggris, Manchester City juga terdampak keras oleh dua perang dunia. Banyak pemain harus pergi ke medan perang, kompetisi berhenti total, dan klub kesulitan bertahan. Tapi setiap kali badai datang, City selalu punya cara untuk bangkit.

Tahun 1930-an, City sempat kembali bersinar dengan menjuarai FA Cup 1934 dan menjadi juara liga pada tahun 1937. Namun anehnya, setahun setelah jadi juara, mereka malah terdegradasi — satu-satunya tim juara yang mengalami hal seperti itu pada masa itu. Ironis tapi khas City: penuh drama!

Masa Modern: Dari Masa Suram ke Era Keemasan

Masuk ke era 1980–1990-an, City mengalami pasang surut luar biasa. Mereka sering berpindah antara divisi utama dan divisi dua.

Tapi segalanya berubah drastis pada 2008, ketika Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan dari Abu Dhabi resmi mengambil alih klub. Di bawah kepemilikan baru ini, City mendapat suntikan dana besar dan visi global. Sejak itu, segalanya berubah 180 derajat.

Bintang dunia mulai berdatangan: Sergio Agüero, David Silva, Yaya Touré, Vincent Kompany, Kevin De Bruyne, dan banyak lagi. City bukan cuma jadi tim kuat di Inggris, tapi juga kekuatan besar di Eropa.

Pep Guardiola dan Era Dominasi

Masuk ke 2016, City mendatangkan Pep Guardiola, pelatih yang dikenal dengan gaya main modern dan filosofi “tiki-taka”. Di tangan Pep, City berubah total. Mereka jadi tim yang bukan hanya menang, tapi juga mendominasi dengan cara elegan.
Gaya bermain cepat, pressing tinggi, dan kreativitas luar biasa membuat mereka menorehkan sejarah baru.

Puncaknya? Musim 2022/2023, Manchester City meraih treble winners — menjuarai Premier League, FA Cup, dan Liga Champions dalam satu musim. Sebuah pencapaian monumental yang menandai puncak perjalanan panjang dari klub gereja kecil di Gorton hingga menjadi raksasa sepak bola dunia.

Kesimpulan: Dari Akar yang Sederhana ke Puncak Dunia

Silsilah awal Manchester City mengajarkan satu hal penting: kebesaran tak selalu lahir dari kemewahan. Kadang, semua berawal dari niat kecil untuk melakukan hal baik — seperti pendeta dan warga Gorton di tahun 1880.

Kini, City bukan lagi sekadar klub bola. Ia sudah jadi simbol ambisi, dedikasi, dan transformasi besar dalam dunia olahraga modern. Dari lapangan gereja ke stadion megah Etihad, perjalanan mereka adalah kisah inspiratif tentang bagaimana kerja keras, visi, dan semangat komunitas bisa mengubah segalanya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %